Ketika Allah menciptakan manusia, Allah menciptakan manusia sesuai dengan rupaNya, dengan seluruh organ tubuh manusia, dengan seluruh makhluk hidup di bumi, dan dengan segala sesuatu materi di dunia dengan maksud untuk membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia. Seluruhnya diciptakan agar manusia dapat meneruskan kehidupan sampai generasi selanjutnya. Semua hal ini dibuat sedemikian rupa karena Allah tahu bahwa manusia tidak dapat hidup seorang diri. Manusia membutuhkan pangan, interaksi, kehidupan sosial, dan semua itu dapat terpenuhi jika adanya keberadaan manusia serta makhluk hidup lainnya. Namun, bagaimana manusia harus bersikap terhadap diri sendiri, sesama, alam, dan pencipta mereka?

Manusia diciptakan lengkap dengan segala daya kemampuan akal budi, hati nurani, serta kebebasan untuk berkehendak dan berperilaku. Allah menganugerahkannya dengan maksud memberi manusia kemampuan untuk hidup dan berbahagia di dunia. Namun setiap manusia tidak bisa dikatakan sama karena setiap individu memiliki karakterisik, kepribadian, dan rupa yang berbeda – beda. Sayangnya, manusia belum dapat mengenal dirinya dengan baik diakibatkan ketidakmampuan manusia dalam menerima diri mereka masing – masing apa adanya. “... Kadang seseorang menggunakan dirinya sendiri sebagai objek lukisannya” (Shaleh, Acep : 2016). Penting bagi kita (manusia) untuk mengenal pribadi masing – masing karena lewat penerimaan diri yang baik, akan menentukan sikap dan perilaku terhadap sesama, alam, dan Allah. “Barang siapa mengenal dirinya, sungguh dia akan mengenal Tuhannya, sebab dengan pengenalan itu, manusia mengettahui bahwa selain Tuhan, tidak ada makhluk lain yang bisa menciptakan dirinya dan alam semesta ini menuju kesempurnaan” (Pendidikan Agama Katolik RISTEKDIKTI : 2016 : 38)

Menurut seorang filsuf bernama Plato, manusia merupakan animal society yaitu makhluk sosial yang senang bergaul atau berkawan untuk hidup bersama. Manusia tidak dapat hidup secara utuh hanya sendirian tanpa mengandalkan manusia lainnya. “Sebagai makhluk sosial (homo socialis), manusia tidak hanya mengandalkan kekuatannya sendiri, tetapi membutuhkan manusia lain dalam beberapa hal tertentu.” (Firman : 2016). Ketergantungan manusia akan manusia lain ditandai saat manusia lahir sebagai bayi, ia pasti membutuhkan kasih sayang kedua orangtuanya untuk bertahan hidup lewat asupan pangan (ASI) dan kebutuhan lainnya. Hubungan manusia sebagai individu harus terjalin dalam keselarasan, keserasian, dan keseimbangan. Tidak diperbolehkan terjadi dimana satu manusia mendominasi manusia lain karena setiap manusia memiliki hak untuk hidup, bebas, dan hak lainnya yang terdapat dalam Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan sikap saling mengerti, menghormati, dan saling kerjasama dalam menciptakan kehidupan bersama yang sejahtera dan ideal.

Namun, memang tidak bisa dihindari bahwa akan selalu tercipta konflik antara satu individu dengan individu lainnya. Hal ini dikarenakan manusia memiliki sifat egoisme yang menjadikan manusia sukar untuk menghargai manusia lain karena masih memikirkan kepentingan individu masing – masing. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sikap yang perlu ditanam dalam pribadi manusia adalah cinta dan kasih yang dapat dipahami dari hukum kasih yang diajari oleh Yesus sendiri. Hukum yang mengajarkan kita bagaimana berperilaku ditengah ragamnya manusia dan mencapai sikap solidaritas dan subsidiaritas.

Disaat manusia sibuk memenuhi kebutuhan masing – masing yang tidak ada habisnya dan semakin kompleks, kita sampai mengobarkan alam untuk dirusak, dieksploitasi, tanpa membantu alam untuk regenerasi. Akibatnya terjadi efek rumah kaca yang menyebabkan global warming, polusi dari berbagai sektor (udara, air), kualitas lingkungan yang memburuk. Sayangnya manusia telat sadar bahwa akibat dari perbuatan mereka akan dirasakan oleh mereka sendiri.

“Penuhilah bumi dan taklukanlah itu, berkuasalah atas ikan – ikan di laut dan burung – burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi” (Kej 1:28). Tuhan memberikan manusia kuasa dan kehendak bebas untuk menguasai alam demi memenuhi kebutuhan hidup dan agar kehidupan manusia tetap ada dan terus berlangsung. Sifat egois manusia mendorong manusia untuk mengeksploitasi alam. Kerusakan dan ketidakseimbangan alam semakin buruk akibat teknologi yang tidak ramah lingkungan.

Relasi manusia dengan alam tidak sebatas hubungan fungsional namun adalah sebuah relasi yang dapat membuat manusia merasakan pengalaman religius. Manusia dapat mensyukuri keindahan alam yang diberikan oleh Alalh. Manusia semakin sadar akan keagungan Allah sang pencipta Alam Semesta. Sikap penghargaan perlu diterapkan dengan Alam agar manusia lebih rasional dalam menggunakan alam, dan manusia paham bahwa kelestarian alam perlu dijaga dan dikembangkan demi keberlangsungan hidup manusia.

Seluruh hal yang kita miliki, seluruh kebutuhan hidup yang tersedia di dunia berasal dari Allah. Manusia memiliki kemapuan yang terbatas dan banyak hal yang manusia tidak bisa lakukan namun bisa terjadi jika Allah menghendaki. Walaupun manusia memiliki kehendak bebas dan memiliki kemampuan untuk mengolah bumi, manusia tetap bergantung kepada Tuhan. Sayangnya relasi manusia dengan Tuhan telah runtuh akibat sifat kesombongan manusia sehingga manusia mempunyai pikiran bahwa manusia dapat hidup mandiri tanpa kehadiran Tuhan. Relasi manusia yang semakin hari semakin jauh dari Allah yang menyebabkan manusia menjadi mudah jatuh ke dalam dosa. Namun Allah dengan senang hati selalu membuka diri kepada manusia yang ingin datang dan menjalin relasi lebih dekat dengan-Nya.

Pada dasarnya, manusia memiliki hubungan yang perlu dijaga dan dijalani secara vertikal dan horizontal. Horizontal adalah dengan diri sendiri, sesama dan alam. Sedangkan vertikal adalah relasi manusia dengan Allah. Hubungan vertikal bersifat sangat pribadi, individual dan spiritual karena hanya Tuhan dan manusia itu sendiri yang tau seberapa dekat relasi ia dengan Tuhan. Hal yang menghalangi manusia untuk berelasi dengan Tuhan adalah rasa takut untuk membuka diri, memberikan diri seutuhnya dan sebenarnya, serta keengganan untuk jujur.

“Dengan telanjang aku keluar dari rahim ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali” (Ayub 1:21). Relasi yang terbuka dan ketulusan hati untuk jujur kepada Allah serta kesadaran diri terhadap segala kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki manusia. Berani dan rela untuk mencari, menemukan, dan menjalankan kehendak Allah dalam diri tiap Individu manusia.

nama : Dennis William Plate

nim    : 041811333183

prodi  : Akuntansi

Hits 42531