Agama dan Iman yang Dihidupi dalam Pluralitas

Sungguh luar biasa, di Indonesia dari Sabang sampai Merauke, berjajar beribu pulau, dengan aneka flora dan fauna. Itu semua anugerah dari Sang Pencipta. Kekayaan alam dan keaneka-ragaman makhluk hidup yang menghuni bumi Nusantara, terlebih manusia, sangat memungkinkan tercipta atau terwujudnya tata kehidupan yang sejahtera bagi semua. Namun sungguhkah demikian? Pluralitas atau keaneka-ragaman budaya, adat-istiadat, etnis, suku dan agama merupakan modal dasar dan sekaligus peluang untuk hidup dalam keadilan, persaudaraan, gotong royong demi terwujudnya kehidupan yang sejahera.

Dan secara khusus, dalam hal hidup beragama dan atau beriman mempunyai lahan subur untuk ditaburi nilai-nilai religiusitas, seperti kerukunan antar umat beragama, keadilan, kebenaran, kedamaian, persuadaraan, kesejahteraan. Hidup beragama dan beriman dalam masyarakat pluralis membutuhkan landasan dan akar yang kuat dan mampu bertahan (dalam arti positif penuh harapan) walau diterpa berbagai persoalan, tantangan dan hambatan. Berkaitan dengan hal tersebut, sangatlah penting membangun dan mengembangkan sebuah kesadaran penuh semangat dan harapan, bahwa setiap orang ( Katolik) mampu menjadi ”Garam dan Terang dunia” (Matius 5:13-16).

Untuk itu, pluralitas dalam hidup bersama, bukanlah hambatan atau halangan untuk mewujudkan dan mewartakan iman, akan tetapi justru merupakan lahan untuk menaburkan benih atau buah iman. Tema ”Agama dan Iman yang dihidupi dalam Pluralitas” mengandaikan bahwa setiap orang harus berjuang tanpa henti untuk memperkuat imannya, supaya tidak mudah goyah, bahkan tumbang tatkala angin, badai menerpanya. Untuk itu, ada beberapa hal yang patut dipahami, disadari, dan dihayati, yakni :

1.Pemahaman Agama dan Iman. Agama : Kepercayaan kepada Tuhan , dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. Iman: Kepercayaan (yang berkenaan dengan agama) /keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan, Nabi, Kitab Suci, dan ajaran-ajaran agama. Beriman: Mempunyai iman (ketetapan hati) ; mempunyai keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan yang Mahaesa.

2.Plural/Pluralitas . Hal yang mennyatakan jamak. atau tidak satu, misalnya pluralitas dalam budaya (berbagai kebudayaan yang berbeda-beda di suatu masyarakat) ; etnis/suku ( berbagai etnis atau suku yang berbeda-beda dalam suau masyarakat) ; dan agama (agama yang berbeda-beda dalam suatu masyarakat, seperti di Indonesia :Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghuchu)..

3. Usaha atau upaya untuk menghidupi Agama dan Iman dalam Masyarakat Pluralis. Realitas yang tak akan mungkin dipungkiri oleh siapa pun bahwa komunitas atau masyarakat dimanapun bersifat pluralis, berbeda dalam hampir semua hal, baik antar pribadi, keluarga, agama, budaya dan adat istiadat, etnis atau suku. Bertitik tolak dari realitas tersebut, Umat Beriman Kristiani, secara langsung dan dengan kesadaran penuh, mesti berupaya menghidupi iman atau hidup keagamaannya dalam situasi yang serta beraneka ragam. Berikut ini beberapa peluang yang dapat diwujudkan dalam upaya menghidupi iman :

a.Dialog antar Umat Beragama. Dialog dalam arti ini, terdiri dari tiga pengertian, yakni : Pertama, dalam tingkat manusiawi sehari-hari , sebagai komunikasi timbal balik. Tujuan komunikasi ini dapat berupa sekedar saling tukar informasi, atau untuk meraih kesepakatan, atau menjalin persatuan. Kedua, berkaitan dengan tugas evangelisasi (pewartaan Kabar Gembira – Injil) yang harus dilakukan dalam semangat dialogis. Dialog dalam arti ini dapat dipahami sebagai sikap hormat, penuh persahabatan, ramah, terbuka, suka mendengarkan orang lain. Ketiga, dialog merupakan hubungan antar agama yang positif dan konstruktif. Hubugan ini dilangsungkan dalam hubungan dengan pribadi-pribadi dan jemaah-jemaah dari agama-agama lain, yang diarahkan untuk saling memahami dan saling memperkaya, dalam ketaatan kepada kebenaran dan hormat kepada kebebasan

Dengan pengertian dialog tersebut, ada beberapa macam bentuk dialog, yaitu : Dialog Kehidupan, Dialog Karya, Dialog Pandangan Teologis dan Dialog Pengalaman Keagamaan. Dari empat macam dialog tersebut, yang paling sering terjadi adalah Dialog Kehidupan. Dialog kehidupan diperuntukkan bagi semua orang dan sekaligus merupakan level dialog yang paling mendasar (bukan paling rendah). Sebab ciri kehidupan bersama sehari-hari dalam masyarakat majemuk yang paling umum dan mendasar ialah ciri dialogis. Dalam kehidupan shari=hari, aneka pengalaman yang menyusahkan, mengancam, dan menggembirakan dialami bersama-sama.

Dari warna kehidupan sebagaimana tergambar di atas, setiap pengikut Kristus, karena panggilannya sebagai orang Kristen, diminta untuk menghayati dialog kehidupannya dalam semangat Injili (bersandar dan berdasar pada nilai-nilai Injili, seperti damai penuh persaudaraan, persahabatan berdasar pada persamaan martabat sebagai ciptaan, dan kasih bagi semua), tak peduli dalam situasi apa pun, baik sebagai minoritas maupun mayoritas. Artinya, setiap pengikut Kristus harus mengungkapkan nilai-nilai Injil dalam tugas dan karyanya sehai-hari.

b.Toleransi (dalam arti positif, penuh persaudaraan). Hidup dalam masyarakat yang serba pluralis, hal penting dan mendasar yang harus disadari oleh semua, tak lain adalah membangun, mengembangkan dan mewujudkan tutur kata, sikap dan perilaku TOLERAN Artinya, bahwa setiap orang mesti sungguh-sungguh menyadari secara penuh bahwa setiap orang, kelompok, komunitas memupyai ciri khas, keunikan, dan berada dalam keberbedaan. Untuk itu, perlu adanya sikap dan perilaku saling menghormati, dan menghargai. Sikap toleransi akan terwujud bila terjadi interaksi, komunikasi antar anggota masyarakat terdekat, terjadi dialog kehidupan sehari-hari.

c.Belajar memahami dan menghayati ajaran agamanya. Bagai benih yang ditabur dalam tanah, tentu tak akan tumbuh, berkembang dan berbuah, bila tidak dirawat, tidak dipupuk, tidak disirami air. Andai tumbuh, bisa jadi akar tak akan kuat, mudah layu, mudah tumbang bila terterpa hujan, angin dan badai, kering tersengat terik matahari, dan lain-lain. Demikian juga halnya dengan iman atau hidup keagamaan, bisa menjadi sehat dan kuat, jika setiap orang menyediakan waktu untuk belajar dan memahami semua ajaran agamanya sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan asupan gisi dan amunisi bagi kehidupan imannya. Adapun sumber utama ajaran agama Katolik adalah Kitab Suci , Magisterium (ajaran Gereja, Para Bapa Gereja, ajaran sah Gereja Katolik, dalam Dogma dan atau Teologi) dan Tradisi (nilai-nilai budaya di suatu komunitas atau budaya masyarakat yang dapat dipakai sebagai media atau sarana penghayatan iman Katolik).

d.Berpartisipasi atau keterlibatan dalam aktifitas Sosial.

Bangsa Indonesia mencantumkan ”keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” sebagai tujuan akhir yang digambarkan sebagai masyarakat yang adil dan makmur yang gemah ripah loh jinawi. Masyarakat yang adil dan makmur merupakan wujud akhir masyarakat bangsa yang dituju, jelas dimaksudkan sebagai masyarakat yang mengandung sifat-sifat keadilan dan kemakmuran yang lengkap, yang mencakup keadilan hukum, ekonomi, politik, sosial, budaya dan moral.

Dengan demikian, menjadi jelas bahwa setiap anggota Umat Allah, Gereja Katolik, mesti mengusahakan keadilan dalam berbagai bidang sesuai dengan panggilan hidup ( Kaum Hierarki Gereja dan Umat beriman Kristiani) dan profesi masing-masing. Melaluipekerjaan dan perbuatan sehari-hari, baik di dalam keluarga, tempat kerja, maupun di lingkungan tempat tinggal, umat beriman menjalankan tugas perutusannya secara konkrit. Pendek kata, di mana pun berada, umat beriman menjadi saksi iman, menjadi garam dan terang, walaupun berada dalam keanekaragaman hampir dalam semua segi kehidupan.

e.Meneladani Tokoh-tokoh Katolik ( yang mengabdikan diri dan atau hidupnya demi kemanusiaan/kesejahteraan masyarakat dalam pluralitas).

Sebagai makhluk pribadi, sekaligus makhluk sosial, untuk mengembangkan dan mendewasakan pribadinya, sudah pasti akan selalu membutuhkan keteladanan, seseorang yang menginspirasi positif dalam hidupnya. Berkaitan dengan hal tersebut, ada beberapa tokoh yang dapat dijadikan teladan khususnya yang melakukan karya pelayanan sosial karitatif, sbb :

Pertama, Ignatius Yosef Kasimo (Indonesia). Keterlibatan Kasimo yang cukup panjang dalam politik sejak masa pra kemerdekaan hingga masa pasca kemerdekaan Republik Indonesia, menunjukkan suatu komitmen kuat di kalangan katolik dalam ikut memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Keterlibatan ini ditandai oleh suatu pendirian dan prinsip yang kuat akan keprihatinan terhadap mereka yang tertindas, dalam hal ini Bangsa Indonesia yang mengalami ketertindasan karena dijajah. Pilihan sikap ini sejalan dengan ajaran Gereja yang menekankan keberpihakaan kepada mereka yang lemah, miskin – tak berdaya ”Option For The Poor” Sikap tegas, jelas sederhana prisipiil di tengah kemajemukan dimensi kehidupan yang ditunjukkan Kasimo sepanjang hidupnya tidak lepas dari pendidikan nilai yang diterimanya selama masa pendidikan di sekolah guru di Muntilan di bawah asuhan Van Lith. Hal penting yang dapat dipetik pelajaran berharga dari I J Kasimo adalah bahwa berpolitik atau partisipasi dalam pelayanan mesti memiliki pijakan atau prinsip yang jelas, bertujuan sebagai pengabdian demi kesejahteraan umum, ”Salus Populi, Suprema Lex”, kesejahteraan rakyat adalah hukum tertinggi.

Kedua, Bunda Teresa, Saksi Kristus dari Calcuta, India ( Cuplikan pendek dari riwayat Bunda Teresa). Dalam sayarakat India, yang mayoritas penduduknya beragama Hindu, namun juga terstruktus strata atau kasta sosial menunjukkkan realitas pluralis. Bunda atau Ibu Teresa wafat pada 5 September 1997. Beliau mendapat kehormatan dimakamkan secara kenegaraan oleh Pemerintah India pada tanggal 13 September. Jenazahnya diarak dalam kereta yang sama dulu digunakan mengusung jenazah Mohandas K.Gandhi dan Jawaral Nehru, melewati jalan-jalan Calcuta sebelum akhirnya dimakamkan di Rumah Induk Misionaris Cinta Kasih. Segera saja makamnya menjadi tempat ziarah dan tempat doa bagi banyak orang dari berbagai kalangan agama, kaya maupun miskin. Ibu Teresa mewariskan teladan iman yang kokoh, harapan yang tak kunjung padam dan cinta kasih yang luar biasa. Jawaban panggilan Yesus : Mari, jadilah cahaya bagi-Ku menjadikannya seorang misionariss Cinta Kasih, seorang Ibu bagi orang miskin, sebagai simbol belas kasih terhadap dunia.

nama    : Yosephine Niken Rahma Widanti

nim       : 041811333153

prodi     : Akuntansi

 

Hits 13373